Tata Cara Pernikahan ADAT Pulau NIAS
TATA CARA PERNIKAHAN ADAT DI KEPULAUAN NIAS
AGAR KITA SEMAKIN TAU DAN MEMAHAMI
BETAPA ISTIMEWANYA JADI ORANG NIAS
TATA CARA PERNIKAHAN ADAT DI KEPULAUAN NIAS
1. MENCARI JODOH
Pemuda yang ingin mencari jodoh memilih secara diam-diam si gadis,
karena adat melarang untuk berhadapan atau berbicara secara langsung
dengan si gadis
• Istilah Mencari Jodoh ini disebut Famaigi Niha (Nias Barat, Laraga, Nias Tengah)
• Famakha Bale (Hilinawalo, Nias Selatan)
• Lobi-Lobi (Hilisimaetano, Bawomataluo, Aramo, Siwalawa)
Tahap mencari jodoh ini juga memakai cara :
a. Manandra Fangifi (Daerah Tuhegewo, Amandraya, Aramo) artinya melihat
jodoh baik atau tidak dari mimpi si laki laki calon mempelai,atau
b. Famaigi todo manu (Lolowa’u) artinya melihat jodoh baik atau tidak dari pemeriksaan jantung ayam
Jika laki-laki telah menemukan jodohnya, maka melalui perantara istilahnya:
• Si’o (Telangkai)
• Balondrela
• Samatua’li
• Si’ila (Daerah To’ene/NISEL) menanyakan status gadis kepada HIWA
(keluarga dekat si gadis) apakah sigadis belum terikat dan bersedia
menerima pinangan lamaran.
2. FAMATUA (Pertunangan)
Pihak laki laki menyampaikan lamaran secara resmi kepada pihak perempuan,tanda jadi peminangan diserahkan Afo si Sara, yakni :
* Tawuo = sirih
* Betua = kapur sirih
* Gambe= gambir
* Fino = pinang
* Bajo = tembakau
BOLA AFO
Semua bahan bahan ini dibungkus dengan baik,sebanyak 100 lembar sirih
disusun berdempet. Inti acara ini adalah pertunangan secara resmi yang
berlangsung di rumah pihak perempuan.Pertunangan tahap ini masih longgar
yang istilahnya fohu-fohu bulu ladari (Diikat dengan dun ladari). Bisa
batal tanpa resiko apapun.
• Istilah pertunangan ini disebut Famatua
• Famaigi bowo (Daerah Moro’o)
• Fame Laeduru yaitu tukar cincin (Daerah Laraga,Tuhegewo/
Amandraya, Aramo, Daro-Daro Balaeka)
Acara Famaigi Bowo dipandu oleh Satua Famaigi bowo (Pembawa acara) meliputi :
- Penyerahan babi jantan hidup-hidup ukuran 7 alisi (50 kg)
- Penyerahan Afo si Sara (sirih) kira-kira 100 lembar,gambir 25 biji ,
tembakau 1 ons,pinang 20 biji,kapur sirih 1 ons, dibungkus dengan baik,
dalam bungkusan diselipkan cincin belah rotan (suasa) untuk bahan tukar
cincin, jika dipakai cincin emas dianggap menantang pihak perempuan
tentang jujuran.
- Kepada pihak perempuan disampaikan maksud dan
tujuan kedatangan,kemudian disambut oleh ketua adat pihak
perempuan,setelah selesai lalu dilanjutkan makan bersama
3. FANORO (Kunjungan Kerumah Mertua)
Kunjungan calon penganten Pria kerumah calon mertua. Satu hari setelah
Famigi bowo calon penganten laki datang ke rumah si perempuan membawa
nasi dan lauk seekor anak babi yang telah dimasak, serta membawa
seperangkat sirih.Penganten laki ditemani adiknya laki-laki.Dirumah si
perempuan calon penganten pria disambut dengan seekor anak babi yang
dipotong, sebagian dibungkus dibawa pulang untuk oleh-oleh.kepada orang
tua laki-laki.
4. FANEMA BOLA (Penentuan Jujuran)
Kunjungan pihak perempuan ke rumah pihak lelaki tanpa disertai
penganten perempuan, hanya disertai saudara laki-laki si perempuan
.Kedatangan pihak perempuan disambut dengan menambatkan 2 ekor babi
besar (@50 kg) untuk dimakan bersama, babi dibelah sama rata.
Acara penghitungan jujuran ini disebut femanga bawi nisila hulu
(artinya: seekor babi dibelah dua dari kepala sampai ekor; separoh untuk
perempuan dan separohnya untuk lelaki, sebagai simbol
kesepakatan,mempersatukan dua keluarga, tanda pertunangan tidak dapat
dibatalkan lagi. Jika batal perempuan harus mengembalikan jujuran lipat
ganda atau pihak pria tidak menerima jujuran jika batal sepihak oleh
pria.
Acara ini disebut :
• Fanunu manu sebua (Daerah Laraga)
• Famorudu nomo (Moro’o)
• Fangerai bowo (Daerah Aramo,To’ene)
• Fanofu bowo (Bawomataluo)
• Mamalua angeraito bowo
Besarnya jujuran yang harus dibayar oleh pihak laki-laki berbeda menurut derajat sosial dan wilayah adatnya
Derajat sosial di daerah NIAS SELATAN terbagi atas :
1. Si’ulu (Kaum Bangsawan)
2. Si’ila (Kaum Cerdik Pandai)
3. Sato (Masyarakat Awam)
Derajat sosial di NIAS UTARA, TENGAH, BARAT terbagi atas:
1. Bosi si Siwa
2. Bosi si Walu
3. Bosi si Fitu
5. FAMEKOLA (Pembayaran Uang Mahar)
Keluarga pria datang ke pihak perempuan untuk membayar mahar dengan membawa seperangkat sirih dan 10 gram emas.
Pihak perempuan menyambut dengan menyediakan 3 ekor babi, untuk :
1. Satu ekor untuk rombongan yang datang
2. Satu ekor untuk ibu pengantin pria
3. Satu ekor lagi dibawa pulang hidup-hidup
6. FANU'A BAWI (Melihat Babi Adat)
Pihak perempuan datang melihat kedua ekor babi pernikahan, cocok atau
tidak menurut persyaratan : Kedua ekor babi yang melambangkan kedua
pihak keluarga ,dipelihara secara khusus sejak kecil hingga besarnya
sekitar 100 Kg atau lebih,Babi tidak boleh cacat,ekornya mesti
panjang,dan warna bulunya harus sama ,tidak boleh berwarna belang atau
merah, warnya harus satu hitam atau putih.Babinya berwibawa ( terlihat
dari taringnya,ekornya ,bulu tengkuknya ) Pada saat FANU’A BAWI Pihak
pria menyediakan dua ekor babi untuk dimakan bersama dan saat pihak
perempuan pulang diserahkan lagi 10 gram emas dan sebagian daging babi
tadi.
Materi acara dalam Fanu’a Bawi adalah:
• Menentukan hari dan tanggal pernikahan (Falowa)
• Persiapan sehubungan perlengkapan pernikahan
• Menghitung/mengingatkan jumlah mahar yang masih belum dibayarkan
• Besar bowo (Mahar) ditentukan oleh tinggi rendahnya kedudukan dalam adat
Penerimaan Bowo adalah sebagai berikut:
a. Tolambowo (Orang tua kandung) menerima 100 gram emas
b. Bulimbowo (Famili terdekat) menerima 20 gram emas dan dibagi rata
c. Pelaksanaan penerimaan bowo ini dilakukan pada waktu pesta pernikahan.
7. FANGA’I BOWO (Mengambil Beras )
Pihak perempuan datang mengambil beras ke pihak pria untuk
mengambil beras bantuan pada pesta kimpoi,tanda waktu pelaksanaan tidak
berobah lagi.
Jumlah beras yang diambil adalah sebanyak = 4 Zoe + 2 Lauru
*Catatan :
1 Zoe = 14 Kaleng
1 Zoe = 10 Lauru
1 Lauru = 24 takaran
Takaran beras, gabah dan kacang. Dianyam dari batang tumbuhan jalar
‘Tutura atau Tura-tura. Volumenya: 7500 gram beras. Tinggi 24,2 cm
dengan diameter lingkaran 28,1 cm.
Jenis Takaran:
1. Takaran/Tetehösi, Idanögawo Volumenya: 1500 gram beras, Tinggi 15,5 cm, diameter 16,7 cm.
2. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 375 gram beras, Tinggi 9,8 cm, diameter 9,7 cm.
3. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 500 gram beras, Tinggi 10,4 cm dan diameter 10,85 cm.
4. Takaran/Lölö’ana’a, Nias Tengah Volumenya: 750 gram beras, Tinggi 16,8 cm dengan diameter 11 cm.
8. FAME’E ERA-ERA (Nasehat Untuk Calon Mempelai)
3 Hari sebelum pernikahan dilakukan upacara Fame’e Era-Era (tuntunan cara hidup
untuk berumah tangga). Calon pengantin pria ditemani teman-temannya
(Ortu tidak ikut) datang ke rumah perempuan membawa seperangkat sirih.
Para ibu-ibu pihak keluarga perempuan menasehati sang gadis, biasanya si
gadis menangis (Fame’e = menangisi sigadis, karena akan pisah dengan
keluarga). Mulai saat fame’e dibunyikanlah gong (Aramba) dan gendang
(Gondra) terus menerus, sampai hari pesta dilaksanakan. Sang gadis pun
dipingit, untuk menjaga kesehatan dan kecantikannya.
Dalam adat
NIAS, peran Paman sangat dihormati (Paman = Sibaya/Saudara laki - laki
ibu si gadis) sebelum pernikahan dilangsungkan, maka pihak perempuan
melaksanakan Fogauni Uwu (Mohon doa restu Paman
untuk pelaksanaan
pernikahan mendatang).
9. FOLAU BAWI (Mengantar Babi Adat)
Sehari sebelum pernikahan, pihak laki-laki mengantar kedua ekor babi
pernikahan dan seekor pengiringnya ke rumah keluarga perempuan. Ke-2
Babi Adat ini diberangkatkan dari rumah keluarga laki-laki dengan
upacara tertentu, dan disambut oleh pihak perempuan juga dengan upacara
tertentu dengan syair yang berbalas-balasan.Kedatangan rombongan pihak
laki-laki disambut dengan memotong dua ekor babi yang dimakan bersama
juga untuk dibawa pulang.
Acara ini disebut Fondroni Bawi, dengan rincian pembagian Babi Adat adalah sebagai berikut :
- Babi yang pertama: yang paling besar untuk keluarga perempuan (So’ono) dan pihak paman si gadis (Uwu)
- Babi yang kedua, diperuntukkan bagi warga kampung keluarga si gadis (Banua) dan pihak laki-laki (Tome)
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang
paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian
seterusnya hingga babi yang paling kecil.. Yang paling sulit adalah
melepas rahang (simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah
bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di
Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah
lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang, disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti
dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada
hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.
- Simbi adalah haknya ketua adat atau orang yang paling dihormati.
- Söri adalah haknya ketua adat, para paman, mertua, dan ketua rumpun keluarga.
- Sinese adalah haknya ketua adat, adik atau kakak laki-laki, tokoh agama, dan tokoh pemerintah.
- Bole-bole adalah haknya ketua adat, ketua rumpun keluarga, dan salawa.
- Faha adalah haknya keponakan dan anak perempuan.
- Taio diberikan khusus untuk para pemotong.
Menurut adat, pihak FADONO (Saudara wanita dari penganten perempuan)
berhak menerima salah satu Ta’io (Kaki depan) yang dipotong dalam
upacara itu.
10. FALOWA (Pesta Pernikahan)
Acaranya :
• Pada hari pernikahan Paman datang dan disambut dengan memotong dua ekor babi penghormatan
• Rombongan penganten Pria datang:membawa keperluan Pesta
• Menyerahkan sirih tanda penghormatan
• Penyelesaian bowo untuk . Tolambowo ( orang tua kandung ) menerima 100 gram emas dan Bulimbowo
• Famili terdekat menerima 20 gram emas dan dibagi rata ke semua.
• Demikian juga io naya nuwu (Mahar untuk Paman) juga turut dibayarkan.
• Puncak acara dilaksanakan FANIKA GERA’ERA (MEMBUKA PIKIRAN) yaitu
perhitungan kembali semua mahar (Jujuran/bowo atau disebut juga boli
gana’a *Boli : Harga - ana’a ; emas) baik yang sudah maupun yang belum
dilunasi,oleh pihak keluarga laki-laki. Arti bowo adalah: Budi Baik.
Biasanya selalu ada sebagian dari jujuran itu yang belum
dilunasi,sering dihiasi dengan pepatah: ”Hono mbowo no awai, hono mbowo
lo sawai” (Artinya Ribuan jujuran sudah dilunasi,ribuan jujuran belum
terlunasi) Oleh Ketua adat pihak perempuan, nasehat diberi kepada
penganten pria , antara lain diberitahukan tentang hutang adat yang
harus dipenuhi ,nasehat kewajiban suami kepada isteri,nasehat sebagai
menantu kepada mertua,sebagai anggota suku.Selesai diucapkan nasehat
itu, punggungnya diketuk (Pelan ) (1x) sekali.
Demikianlah dilakukan
berulang-ulang,selesai upacara ucapan nasehat.Jika nasehat ini tidak
dihiraukan ( penganten laki dalam posisi duduk di lantai ) , maka ia
diwajibkan melunasi dulu jujuran yang belum terlunasi, dan jika
penyelesaian pembicaraan fanika gera’era tidak selesai , maka pesta bisa
ditunda atau dibatalkan sama sekali.
Selesai acara diatas, dilanjutkan dengan acara pemotongan Babi Adat, yang dipotong dengan cara :
BABI DIBELAH DARI KEPALA SAMPAI EKOR ATAS 2 BAGIAN , untuk :
1 bagian orang tua si gadis dan keluarga si gadis (So’ono)
1 bagian untuk teman sekampung si gadis (Banua)
1 bagian untuk orang tua laki laki dan rombongan (Tome)
1 bagian untuk Paman si gadis (Uwu)
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang
paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian
seterusnya hingga babi yang paling kecil. Yang paling sulit adalah
melepas rahang (Simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah
bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di
Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah
lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti
dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada
hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.
Sumber Berita : Pemuda Peduli Nias-PPN
blogger : hulusilumana.blogspot.com
No comments: