Undang-Undang HAKI dan Perlindungan Program Komputer
dan
Perlindungan Program Komputer
A. Pendahuluan
Pelanggaran hak cipta
tampaknya telah menjadi kebiasaan di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat
sendiri tidak menyadari, bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk
pelanggaran hak cipta. Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan
legal yang setiap orang boleh melakukannya.
Di Indonesia telah banya
yang mengcopy paste karya seseorang tanpa menyadari dalam karya tersebut melekat
hak cipta seseorang sehingga apabila dilanggar dapat menimbulkan tindakan
pidana. contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak
cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari
bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Bahaya dari pelanggaran hak
cipta adalah akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk
menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik
secara moril maupun materil. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta
dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar
gelar kesarjaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan
pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan
pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak
cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan
teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah
perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila
tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi
koleksi dan layanan foto kopi merupakan topic-topik yang bersinggungan di
hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru
lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat
menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air. Sebenarnya seperti
apakah hubungan hak cipta dan perpustakaan serta bagaimana perpustakaan dapat
berpartisipasi dalam sosialisasi hak cipta ditanah aircoba diilustrasikan dalam
tulisan dibawah ini.
B. Tinjauan Umum
Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia
Hak
cipta (lambang internasional: ©, Unicode:
U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak
cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat
juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah
atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu
yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya
seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup
puisi, drama,
serta karya
tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari, balet,
dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio
dan televisi,
dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan salah
satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual
lainnya (seperti paten,
yang memberikan hak monopoli
atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum
yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan
suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya,
atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki
Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan
salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu
ciptaan Walt
Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan
atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia,
masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang
tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).Halaman buku
dari era pra-Gutenberg,
sekitar tahun 1310 Konsep
hak cipta di Indonesia
merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris
(secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak.
Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum
terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli
tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru
ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710
dengan Statute of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun,
yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik
umum.
Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni
dan Sastra"
atau "Konvensi
Bern") pada tahun 1886
adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara
berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis
kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk
mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright
tersebut selesai.
C. Perlindungan Undang-undang
terhadap karya Cipta Program Komputer
Upaya Mengatasi Pelanggaran
Hak Cipta Program Komputer
1. Membangun budaya
masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain
2. Semua pihak terkait
(pemerintah dan masyarakat) sepakat untuk bersamasama
3. memerangi pembajakan
terhadap karya-karya intelektual karena merugikan negara dan masyarakat
sendiri
4. Alternatif penggunaan
lisensi open
👉 Baca Juga : Jasa Pembuatan Website Modern 2017
Berikut
ini adalah UUHC Terhadap Karya Cipta Program Komputer :
Pasal 1 Ayat 8
Program Komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,skema, ataupun
benda lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi
khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang instruksi-instruksi tersebut
Pasal 2 Ayat 2
Pencipta dan/atau pemegang
hak cipta atas karya program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial
Pasal 12 Ayat 1a
Dalam UU ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
mencakup: buku, program komputer,pamflet, perwajahan (layout), karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain
Pasal 15 Ayat 1g
Pembuatan salinan cadangan
program komputer oleh pemilik program komputer yang semata-mata untuk digunakan
sendiri tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
Pasal 30 Ayat 1
Masa berlaku ciptaan
program komputer adalah 50 yahun sejak ciptaan tersebut Diumumkan.
Pasal 72 Ayat 3
Barangsiapa dengan sengaja
atau tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.500.000.000,-
Di
Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta
atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2].
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1].
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat
mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
Kritikan-kritikan terhadap
hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi yang
berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat
serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas,
dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar
sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya masyarakat informasi
baru.
Keberhasilan proyek perangkat
lunak bebas seperti Linux, Mozilla
Firefox, dan Server
HTTP Apache telah menunjukkan bahwa
ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli
berlandaskan hak cipta [3]. Produk-produk tersebut
menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang
untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang
bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft
atau lisensi
perangkat lunak bebas.
E. Pembatasan
Hak Cipta Untuk Program Komputer.
Pembatasan Hak Cipta untuk
program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf g, yaitu terhadap
pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik copy program
komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Karena seorang
pembeli hanya memiliki hak sebatas untuk menggunakan atau mengambil manfaat
dari program komputer untuk kepentingannya sendiri tanpa batas waktu, sehingga
jika kemudian pembeli program komputer menggandakan kembali atau menyewakan
program komputer tersebut untuk tujuan komersil itu tidak dibenarkan. Dasarnya,
pembeli copy program komputer berhak atas kelangsungan penggunaan atau
pemanfaatan program komputer tersebut, sehingga jika media penyimpan copy
program komputer rusak maka pembeli dapat meminta produsen untuk mengkopi kembali
program tersebut tanpa mengeluarkan biaya pembelian lagi. Karena pembeli tetap
berhak terhadap program komputer tersebut, sehingga jika dia harus membayar
maka itu bukan pembayaran atas program komputer. Namun pembayaran atas media
yang rusak tersebut.
Oleh karenanya produsen
program komputer harus memiliki unit jasa pasca penjualan yang disebut
"supporting service" yang bertujuan untuk memberikan dukungan bagi
optimalisasi penggunaan atau pemanfaatan oleh pembeli atas produk program
komputer tersebut. Dengan adanya pembatasan Hak Cipta untuk program komputer
hanya pada pembuatan backup copy, lalu dimanakah letak fungsi sosial ciptaan
program komputer untuk kepentingan masyarakat luas?. Karena adanya pembatasan
jangka waktu Hak Cipta dimaksudkan agar suatu ciptaan kemudian dapat digunakan
bebas oleh masyarakat tanpa harus memberikan royalty maka dalam pembahasan
dunia perangkat lunak, hal itu menjadi kurang relevan.
Karena dalam jangka waktu
50 tahun suatu program sudah mengalami perubahan dan pemodifikasian sangat
pesat. Sehingga tidak mustahil, program yang diumumkan 50 tahun yang lalu saat
ini sudah tidak digunakan lagi, bahkan sudah tidak dikenal oleh generasi
pengguna komputer sekarang. Contoh konkrit adalah program Lotus 123 yang kurang
lebih 10 tahun yang lalu begitu dikuasai oleh para pengguna namun sekarang
jarang sekali ada pengguna yang masih menggunakan program ini untuk dijalankan
pada komputernya. Maksud dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk
setiap karya cipta agar pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak
terpenuhi untuk karya cipta program komputer. Sebabnya nilai ekonomis dari
sebuah program kurang lebih hanya tiga tahun, setelah waktu tersebut program
akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bermunculan
program-program baru, program lama akan dengan sendirinya ditinggalkan.
Perlu diingat bahwa
penggunaan program komputer bukan untuk dinikmati karena keindahan dan
estetikanya, tetapi karena kegunaannya atau berhubungan dengan fungsi dari
program komputer itu sendiri. Ditambah lagi, dalam UUHC ada ketentuan yang
mengecualikan program komputer dari tindakan perbanyakan yang dilakukan secara
terbatas oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau pendidikan dan
pusat dokumentasi yang komersil yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan
aktivitasnya sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Dengan
demikian tidak mengherankan jika sekarang banyak terjadi pembajakan program
komputer, karena kebutuhan masyarakat terhadap komputer meningkat tetapi tidak
diikuti dengan kemampuan membeli lisensi dengn harga relatif mahal, juga
masyarakat tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan program dengan harga
murah selain dengan membeli CD program bajakan. d.Hak Untuk menuntut Jika
Terjadi Pelanggaran Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program
komputer melalui UUHC yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002.
Jika terjadi pelanggaran maka UUHC memberikan
hak untuk mengajukan:
1.
Gugatan Perdata.
Pemegang Hak Cipta berhak untuk mengajukan
ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta dan dapat meminta
penyitaan terhadap benda hasil pelanggaran Hak Cipta, dengan membayar sejumlah
nilai benda yang diserahkan oleh pihak yang beritikad baik. Hakim berdasarkan
keyakinan selama pemeriksaan dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan
kegiatan perbanyakan program komputer, untuk mencegah kerugian yang lebih besar
pada pihak yang haknya dilanggar. Contoh kasus adalah penuntutan yang dilakukan
oleh Microsoft terhadap lima dealer komputer di Mangga Dua Jakarta yang menjual
komputer PC dan langsung menginstalkan program keluaran Microsoft pada komputer
yang dibeli konsumen, dan tentu saja itu program yang tidak berlisensi atau
program bajakan. Kasus ini telah selesai pada awal 2002 dengan putusan kelima
dealer tersebut diharuskan membayar ganti rugi sebesar US $100.000 atau
sumbangan 20 komputer dengan software berlisensi untuk kegiatan sosial serta
pernyataan dukungan software berlisensi yang harus dipublikasikan di koran
nasional.
2.
Tuntutan Pidana
Dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan
perdata oleh pemegang hak tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan
pidana atas pelanggaran Hak Cipta itu. Adanya ancaman pidana itu adalah sebagai
salah satu upaya penangkal pelanggaran Hak Cipta, serta untuk lebih melindungi
pemegang Hak Cipta juga memungkinkan penahanan sebagaimana yang diatur dalam
KUHP. Berdasarkan pasal 72 ayat 3 UUHC 2002 bagi seseorang yang dengan sengaja
tanpa hak memperbanyak penggunan program komputer untuk kepentingan komersial
dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00. Bila ia menjual dan mengedarkan dapat dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00.
Pembahasan Definisi hak cipta
Dalam Undang-undang hak
cipta 2002, Pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturuan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung
pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman
atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut
bersifat komersil
Dalam suatu karya cipta
setidaknya melekat dua hak bagi pencipta atau pengarang. Hak tersebut adalah
hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah yang dimiliki pencipta atau
pengarang untuk menikmati keuntungan ekonomi yang diperoleh dari setiap
eksploitasi karya ciptaaannya. Sedangkan hak moral merupakan hak untuk menjaga
integritas karya ciptaannya dari setiap intervensi pihak lain yang dapat
merusak kreativitas pencipta atau pengarang.
Dari definisi tersebut,
berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang
dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh izin dari pencipta
karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak cipta. Selain
itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusah intergitas karya
tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggarah hak cipta.
Perpustakaan yang
didalamnya tersedia buku, terbitan berkala atau publikasi informasi dalam
berbagai format tentu sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Di dalam
berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu
dihormati dan dijaga oleh perpustakaan.
Untuk itu dalam melayankan
berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu
berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan
merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya
perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan
sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi
koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan
perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan
pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak
dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi
koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan
tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu
menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan
cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna
perpustakaan.
H.
Contoh Kasus Haki
Pembajakan Musik Bunuh Kreativitas Anak Bangsa
Dewi Widya Ningrum – detikinetJakarta – Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Pembajakan Musik Bunuh Kreativitas Anak Bangsa
Dewi Widya Ningrum – detikinetJakarta – Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Persoalan
inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam diskusi
“Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet” di Gedung
AHU Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya. Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya. Sumber berita : http://www.detikinet.com/read/2008/04/25/150129/929505/399/pembajakan-musik-bunuh-kreativitas-anak-bangsa.
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya. Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya. Sumber berita : http://www.detikinet.com/read/2008/04/25/150129/929505/399/pembajakan-musik-bunuh-kreativitas-anak-bangsa.
No comments: